Duduk perkara:
Seorang wanita bernama Juniarti, 46, pekerjaan pengacara, pemegang kartu BPJS Kesehatan pada bulan Desember 2017 mengalami pembengkakan di leher.
Berdasarkan rujukan Puskesmas Duren Sawit pada bulan Januari 2018 dia memeriksakan diri di RSUD Budi Asih Jakarta Timur dan dokter spesialis penyakit dalam mencurigai benjolan tersebut adalah kanker. Selanjutnya dia dirujuk ke Rumah Sakit Persahabatan di Rawamangun yang mempunyai spesialis kanker/onkologi.
Maka dilakukanlah biopsi/pengambilan jaringan pada leher kanan, pemeriksaan laboratorium patologi anatomi dan pemeriksaan imuno histo kimia (IHK). Hasil IHK tanggal 10 Mei 2018, Juniarti dinyatakan menderita kanker payudara HER2 positif yang sudah mengalami penyebaran (metastasis).
Pascaoperasi Juniarti menjalani kemoterapi dan dokter meresepkan 3 obat kemoterapi dan juga Herceptin atau Trastuzumab. Timbul masalah karena menurut apoteker di Rumah Sakit Persahabatan sejak sejak 1 April 2018 obat Trastuzumab dihentikan penjaminannya oleh BPJS.
Pengajuan gugatan
Edy sebagai suami Juniarti akan menggugat Direksi BPJS dan Presiden Jokowi secara hukum di pengadilan karena dihentikannya penyediaan Trastuzumab oleh BPJS. Edy menduga bahwa penghentian penjaminan obat ini adalah karena harganya mahal, harganya di pasaran Rp 25 juta.
Padahal menurut Edy, sebagai penderita kanker HER2 positif istrinya membutuhkan 16 trastuzumab. Obat ini sangat penting untuk memperpanjang usia penderita kanker payudara HER2 positif. Apakah karena mahalnya obat maka penderita kanker payudara HER2 positif tidak mendapatkan pengobatan yang terbaik, didiskriminasi? dia bertanya.
Terlebih-lebih lagi menurut dia obat ini adalah obat yang masuk dalam jenis obat yang harus diresepkan berdasarkan Formularium Nasional tahun 2018 yang ditandatangani oleh Menkes Nila F. Moeloek tanggal 28 Desember 2017.
Di samping itu menurut dia penderita HER2 positif sangat sedikit yaitu hanya 20 persen dari seluruh penderita kanker payudara.
Penjelasan BPJS Kesehatan
Kepala Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengatakan bahwa tidak dijaminnya Trastuzumab adalah sesuai dengan Keputusan Dewan Pertimbangan Klinis yang menyatakan bahwa obat Trastuzumab tidak memiliki dasar indikasi medis untuk digunakan pasien kanker payudara metastatik maupun dengan restriksi.
Keputusan ini berlaku sejak tanggal 1 April 2018 namun pasien yang menjalani terapi obat Trastuzumab dengan peresepan sebelum tanggal 1 April 2018 akan tetap dijamin oleh BPJS kesehatan sampai dengan siklus pengobatannya selesai sesuai dengan peresepan maksimal Formularium Nasional.
Nopi menambahkan di luar Trastuzumab masih banyak pilihan obat lain yang tercantum di dalam Formularium Nasional.
CNN
Komentar
Posting Komentar