Kita tentu masih ingat beberapa waktu perkawinan dini dilaksanakan oleh sepasang kekasih yang masih duduk di bangku SMP di Bantaeng Sulawesi Selatan. Menteri Kesehatan Nila Moeloek tidak setuju dengan perkawinan dini.
Menurutnya organ reproduksi anak belum berkembang penuh. Angka kematian akibat perkawinan usia dini cukup tinggi mungkin karena panggulnya belum cukup kuat. Nila berharap tidak ada kejadian yang serupa di masa yang akan datang.
Ternyata kemudian di Tulung Agung terjadi kasus hubungan antara anak laki-laki usia 13 tahun yang masih duduk di bangku sekolah dasar dengan anak perempuan pelajar di sekolah menengah pertama. Akibat hubungan ini, anak perempuan tersebut menjadi hamil.
Pihak keluarga berpendapat bahwa perkawinan merupakan jalan keluar dari masalah ini. Namun rencana untuk menikahkan kedua anak tersebut ditolak oleh Kantor Urusan Agama setempat. Saat ini keluarga sedang mengusahakan dispensasi dari Pengadilan Agama.
Penolakan Kantor Urusan Agama untuk mengawinkan kedua anak tersebut diapresiasi oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). KPAI memandang bahwa kawin usia dini bukan merupakan solusi terbaik bagi anak.
Bahwa yang bersangkutan hamil memang kondisinya demikian namun apabila keduanya dinikahkan apakah hal ini akan menyelesaikan masalah. Penyelesaiannya harus dilihat dari berbagai sisi.
Tentang kehamilan yang terjadi menurut Ketua KPAI Susanto, perlu dibahas tindak lanjutnya oleh dinas pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pekerja sosial, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak, dinas pendidikan serta tokoh masyarakat.
Menurut Ketua KPAI, Susanto, perkawinan usia dini memberikan dampak kompleks sperti dampak psikologis, kematangan cara berpikir, hubungan suami istri, pengasuhan hingga kerentanan konflik keluarga.
Antara
Komentar
Posting Komentar