Otoritas Australia telah menangkap dua perahu nelayan Indonesia di wilayah perairan Laut Timor sekitar 100 mil laut sebelah Timur Kepulauan Ashmore.
Dalam rilis pers Pasukan Perbatasan Australia (ABF) dan Otoritas Manajemen Perikanan Australia (AFMA) disebutkan bahwa penangkapan itu dilakukan pada tanggal 19 April yang lalu. Pada saat itu sebuah pesawat milik ABF melaporkan kepada Komando Perbatasan (MBC) tentang keberadaan dua perahu nelayan Indonesia di Zona Perikanan Australia.
Kapal HMAS Broome kemudian ditugaskan untuk merespons laporan tersebut dan mencegat dua perahu nelayan Indonesia tersebut di lokasi sekitar 3,9 mil laut di luar perairan Australia. Petugas-petugas MBC kemudian naik ke atas dua perahu tersebut menemukan 13 kru beserta 100 kg ikan karang segar dan 50 kg ikan karang beku sebagian.
Kedua perahu dan 13 kru dibawa ke Darwin untuk memastikan apakah mereka melanggar Undang-Undang Manajemen Perikanan 1991.
Pemerhati masalah Laut Timor, Ferdi Tanoni mengatakan bahwa penangkapan 13 nelayan asal Sumenep oleh otoritas Australia tanggal 19 April yang lalu adalah ilegal yang harus dihentikan oleh pemerintah RI. Pasalnya zona perikanan Australia yang dijadikan dasar penangkapan nelayan tersebut merupakan klaim sepihak oleh Australia sehingga hampir saja mencakup Pulau Rote, kemudian secara sepihak Australia mengklaimnya sebahai zona ekonomi eksklusif.
Australia kemudian menjadikan klaim sepihak tersebut sebagai Perjanjian RI - Australia tahun 1977 tentang Zona Ekonomi Eksklusif dan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu yang hingga saat ini belum diratifikasi oleh parlemen kedua negara jadi belum berlaku.
Ferdi Tanoni mendesak pemerintah untuk menghentikan tindakan ilegal Australia terhadap nelayan Indonesia dan membatalkan seluruh perjanjian perbatasan RI - Australia yang dibuat dalam kurun waktu 1972 - 1977 karena sangat merugikan Indonesia.
Alasan lain perlunya pembatalan tersebut karena pada kesepakatan dan penetapan garis batas perairan Australia dan Timor Leste digunakan prinsip median line (garis tengah) sehingga secara otomatis berdampak besar terhadap garis batas perairan RI - Australia di Laut Timor. Dalam arti garis batas perairan kedua negara di Laut Timor menjadi tumpang tindih.
Catatan kami: Dengan berdirinya Timor Leste sebagai negara berdaulat kita dapat meminta kepada Australia untuk memperbaharui garis batas perairan antara kedua negara di Laut Timor atas dasar doktrin hukum internasional yang dikenal sebagai rebus sic stantibus. Dalam bahasa Inggris: Legal doctrine allowing a treaty become inapplicable because of a fundamental change of circumstances.
Komentar
Posting Komentar